Raymond Valiant, Fellows CTSS IPB University menyampaikan dampak positif air bagi kehidupan pada Diskusi Meja Bundar, Social Investment Indonesia 2024, 1/3. Dalam kesempatan tersebut, Ia menyampaikan bahwa pemakaian air terbesar di Indonesia masih didominasi sektor pertanian. Ia menyebut, luas irigasi di Indonesia untuk pertanian mencapai 7.145.200 hektar.
Namun demikian, kata Raymond, terdapat hubungan tidak langsung antara pertumbuhan ekonomi suatu daerah di Indonesia terhadap penurunan kualitas air. Ia menyebut, terjadi pencemaran air oleh limbah domestik dan industri, terutama terjadi pada sebagian besar kawasan dengan pemukiman yang padat.
“Berdasarkan data World Bank 2022, sebanyak 46 persen penduduk Indonesia mengandalkan sumber air tanah untuk kebutuhan hidupnya, terutama untuk konsumsi. Hanya ada sembilan persen penduduk Indonesia yang mendapat air dari BUMD Air Minum di daerahnya,” katanya Raymond.
Ia juga menyebut, di tahun 2022, baru ada 20,4 persen penduduk Indonesia yang dapat mengakses air minum secara aman. Bahkan, hanya 19,5 persen masyarakat yang dapat mengakses air minum berpipa.
“Ada enam isu kritis terkait air minum yang harus kita perhatikan bersama, yaitu penyediaan dana untuk investasi sistem penyediaan air minum masih bersumber pada belanja publik, di samping itu, akses air minum harus ditingkatkan dari berpipa menjadi air minum yang aman,” kata Raymond.
Fellows CTSS IPB University itu menyebut, isu lainnya yaitu masih adanya stagnasi pertumbuhan sambungan rumah, khususnya melalui BUMD air minum. Tidak hanya itu, saat ini investasi di bidang air minum masih didominasi oleh pemerintah dibandingkan swasta. “Pada tahun 2022, hanya 145 dari 389 BUMD air minum di Indonesia yang telah menerapkan full cost recovery (FCR). Saat ini, air minum belum menjadi portofolio bisnis yang aman, sedangkan penyediaan air minum dan sanitasi mandiri oleh masyarakat masih terbatas,” kata Raymond.
Selain isu kritis tersebut, kata Raymond, masih ada permasalahan lain terkait akses air bersih yaitu masalah limbah. Ia menyebut, masih ada korelasi kuat antara ketimpangan sanitasi dengan pendapatan rumah tangga. Hal tersebut menyebabkan masih banyak rumah tangga yang belum bisa mengakses air bersih.
“Air dan sanitasi bagi kehidupan yang layak adalah persoalan kemanusiaan, sehingga tidakadilan dalam akses adalah persoalan hak asasi. Di samping itu, perubahan iklim dan tekanan populasi menjadi persoalan baru yang menuntut kecendekiaan dan keluhuran budi manusia untuk mencari solusi,” tutup Raymond Valiant.