CTSS IPB University kembali mengadakan pelatihan bagi pemuda, 10/5. Pada kesempatan ini, CTSS mengundang Eka Satya Putra, Fellows CTSS untuk berbagi pengetahuan tentang transdisiplin.
Prof Damayanti Buchori, Kepala CTSS IPB University menjelaskan, kegiatan ini diikuti oleh peserta essay contest 2019 dan 2020 serta peserta dari Critical Pedagogy Indonesia. “Kami berusaha mengumpulkan teman-teman lama untuk berbicara masa depan,” ujar Prof Damayanti Buchori.
Entomologist dari IPB University itu menjelaskan, CTSS IPB University memiliki misi transformational leadership bagi generasi muda dan masa depan. Dalam mewujudkan misi tersebut, CTSS IPB University memakai pendekatan transdisiplin.
“Jadi pada kali ini, kami mengajak teman-teman untuk ngobrol tentang transdisiplin. Kami juga berusaha mengajak pemuda untuk belajar lebih banyak tentang transdisiplin,” ujar Prof Damayanti.
Terkait transdisiplin, Eka Satya Putra, Fellows CTSS IPB University menjelaskan istilah transdisiplin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1970 dalam sebuah seminar interdisiplinarity di Perancis. Transdisciplinarity ini merupakan interdisiplinarity yang digabungkan dengan participatory approach.
“Saya tegaskan bahwa transdisciplinarity itu adalah suatu state atau keadaan, hubungan tentang keadaan, jadi kan kita mengenal multi, inter dan ditambah trans, jadi seberapa disiplin ilmu itu, apakah trans atau bukan,” ujar Eka.
Lebih lanjut, Eka Satya menjelaskan, istilah transdisiplin sempat menghilang pada tahun 1970-an, baru muncul kembali pada tahun 1979 dalam buku yang berjudul Transdisciplinarity and Higher Education. Di dalam buku tersebut disebutkan bahwa istilah transdisciplinarity tidak hanya dapat dibuat oleh kalangan akademisi tetapi perlu melibatkan non-scientist atau masyarakat umum.
