Center for Transdisciplinary and Sustainability Science (CTSS) IPB University kembali menggelar Transdisciplinary Tea Talk, 12/8. Kegiatan diskusi kali ini membahas pembangunan hijau melalui industri otomotif dengan mengundang Kaustubh Deshpande, pemerhati otomotif dari India.
Sekretaris Eksekutif CTSS IPB University, Prof Husin Alatas mengatakan, pembangunan hijau menjadi sangat penting saat ini karena saat ini manusia sedang menghadapi era anthropocene. “Kerusakan bumi yang sedang terjadi saat ini, lebih disebabkan karena aktivitas manusia,” ujar Prof Husin Alatas, dosen IPB University dari Departemen Fisika.
Oleh karena itu, lanjut Prof Husin Alatas, perlu upaya bersama untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut. Ia juga menyebut, tidak boleh melihat latar belakang apapun karena ini adalah nasib bersama di muka bumi, khususnya untuk generasi yang akan datang.
“Kami dari CTSS IPB University berharap, diskusi ini dapat memberikan inspirasi bagi kita dalam beraktivitas yang memberikan solusi pada problem, bukan menciptakan kembali problem yang baru,” ujar dosen Fisika dari IPB University.
Dalam paparannya, Kaustubh Deshpande menjelaskan, pembangunan hijau dan perilaku hijau sangat diperlukan saat ini karena perubahan iklim itu nyata. Ia pun menyebut, ada banyak dampak buruk yang terjadi akibat perubahan iklim. Dampak buruk tersebut seperti banjir bandang, kebakaran hutan, kekeringan, dan cuaca ekstrem.
“Perubahan iklim ini disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (EGRK) yang semakin meningkat pesat dalam beberapa waktu belakang. Ada beberapa sektor yang memang berkontribusi besar dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca ini,” ujar Kaustubh Deshpande.
Sektor yang berkontribusi besar dalam menghasilkan EGRK meliputi sektor energi (elektricity and heat) yang menyumbang 31.9 persen, transportasi menyumbang 14.2 persen, pertanian menyumbang 11.9 persen.
Kaustubh Deshpande mengatakan, sebagai upaya mengurangi cemaran EGRK dari sektor transportasi dan otomotif, saat ini dunia sedang berlomba mengembangkan kendaraan listrik. Upaya tersebut dilakukan karena kendaraan listrik hanya menghasilkan emisi CO2 sebesar 57 gram per kilometer.
“Banyak negara yang sudah mengembangkan kendaraan listrik, tidak terkecuali Indonesia. Indonesia sendiri menargetkan minimal 20 persen kendaraannya menjadi listrik pada tahun 2025 dan gencar menarik beberapa program investasi terkait kendaraan listrik,” ujar Kaustubh Deshpande warga India yang pernah tinggal di Indonesia selama lima tahun.
Kaustubh Deshpande juga menjelaskan, semua teknologi transportasi akan berdampak pada lingkungan. Oleh karena itu perlu mengeksplorasi isu-isu yang berkaitan dalam pengembangan transportasi yang berkelanjutan.
“Masa depan membutuhkan pendekatan transportasi yang seimbang. Ini bukan soal memilih antara transportasi dengan pembakaran atau elektrik, tetapi kita perlu menggabungkan keduanya. Seperti yang dikatakan Kelly Senecal, masa depan adalah elektrik,” ujar Kaustubh Deshpande.
Keyword: kendaraan listrik, perilaku hijau, pembangunan hijau
Kategori: SDGs-15, SDGs-13
materi : Race towards Going Green _KD