Munculnya paradigma baru yang muncul belakangan ini perlu mendapat perhatian berbagai pihak. Salah satu paradigma baru yang muncul adalah paradigma ekologi atau holistik yang dicetuskan oleh Fritjof Capra (1982). Untuk itu, Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University mengadakan diskusi bertema “Ekologi, Fisika Kuantum, dan Titik Balik Peradaban: Interconnectedness and Wisdom,” (16/7). Diskusi kali ini mengundang Dr Soeryo Adiwibowo, dosen IPB University dari Fakultas Ekologi Manusia (Fema).
Pada pemaparannya, Dr Soeryo menjelaskan paradigma ekologi yang dicetuskan oleh Capra merupakan paradigma ilmu yang penting digunakan untuk mengembangkan teori, ilmu, pengetahuan, praktik dan pola pikir untuk memecahkan masalah kerusakan sumber daya dan pencemaran lingkungan yang meluas. Di samping itu, paradigma ekologi memandang paradigma lama (mekanistik, Cartesian) tidak lagi memadai untuk menjawab berbagai tantangan dan persoalan yang dihadapi masyarakat modern.
“Ekologi saat ini menjadi sumber inspirasi dan paradigma baru bagi ilmu pengetahuan, peradaban dan kebudayaan manusia. Capra juga menjelaskan kebudayaan modern saat ini, (konsumtif, material well being, kapitalisme, inequality, degradasi alam) ke depan harus diubah,” papar Dr Soeryo.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ekologi saat ini menjadi medium integrasi natural science dan social science sehingga dapat terbangun proposisi dan teori-teori baru seperti ekonomi-ekologi, antropologi-ekologi, sosiologi-ekologi, lintas ilmu ekologi dan transdisiplin. Di samping itu, ekologi juga menjadi sumber inspirasi dan perjuangan partai hijau, sebagai perspektif bisnis ramah lingkungan, sebagai inspirasi kebijakan pembangunan berkelanjutan, sebagai inspirasi pembangunan teknologi ramah lingkungan dan menjadi landasan untuk pemberdayaan masyarakat dan pendidikan rakyat.
“Masyarakat adat kita sudah mempraktikkan pendekatan ekologi ini sejak lama. Sudah kita ketahui bersama bahwa masyarakat adat ini sangat melindungi kawasan adatnya karena mereka sadar tentang keberlanjutan lingkungan yang mereka rawat,” terang Dr Soeryo.
Dosen Fema IPB University tersebut menerangkan, di pendidikan tinggi, pendekatan dan paradigma ekologi ini bisa diintegrasikan atau disisipkan ke dalam mata pelajaran atau kurikulum yang ada. Di tingkat S1 paradigma dan etika ekologi diberikan pada mahasiswa yang mengambil mata kuliah Ekologi Manusia (mulai 1995 sampai sekarang). Di tingkat S2 diberikan kepada mahasiswa Program Studi (PS) Sosiologi Pedesaan (SPD) yg mengambil mata kuliah Ekologi Politik; mahasiswa S2 PS Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB yang mengambil mata kuliah Etika dan Moral Lingkungan; dan mahasiswa S3 SPD yang mengambil mata kuliah Teori Sosial Hijau. Untuk mahasiswa S1 titik berat diletakkan pada aspek kognitif dan aksi. Ujian Akhir Semester dilakukan dengan cara merancang dan menginisiasi Proyek Ekologi Manusia secara kelompok. Melalui Proyek ini diharapkan timbul kesadaran kritis mahasiswa untuk imemerhatikan perubahan-perubahan ekologi yang sedang terjadi sehingga para mahasiswa memiliki kepedulian terhadap perubahan ekologi tersebut.
Materi: Unduh Disini