CTSS IPB University Hadirkan Pakar bahas Solusi Keseharian untuk Memahami Kompleksitas

Kehidupan sehari-hari memberikan pelajaran dalam menciptakan inovasi untuk menyelesaikan berbagai persoalan.

Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University kembali menggelar Afternoon Discussion on Redesigning the Future (ADReF), 6/4. Seri ADReF tahun ini mengangkat tema besar yaitu Knowledge Co-Creation for Future Sustainability.

Prof Damayanti Buchori, Kepala CTSS IPB University menerangkan bahwa ADReF kali ini merupakan kelanjutan seri diskusi sebelumnya. Ia menerangkan, seri diskusi ini dirancang untuk mereka ulang masa depan.

“Kita merasa bahwa kita perlu berhenti dan mereka ulang untuk memikirkan masa depan supaya lebih baik, adil dan berkelanjutan,” katanya.

Untuk melakukan, kata Prof Damayanti, kita perlu mengubah pola pikir dengan dilakukan diskusi-diskusi yang lintas transdisiplin. Ia berharap seri diskusi kali ini, dapat mereka ulang masa depan dan menghentikan hal yang salah, kemudian menata kembali kehidupan untuk mencapai keberlanjutan secara bersama-sama.

Dalam kesempatan ini, Meirina Triharini, dosen dari Design Ethnography Lab, Institut Teknologi Bandung memaparkan tentang belajar dari solusi keseharian untuk memahami kompleksitas. Ia menerangkan bahwa untuk memecahkan masalah, diperlukan pemahaman terkait masalah tersebut dengan melibatkan empati.

“Dalam proses memahami kompleksitas masalah, perlu terjun langsung untuk merasakannya dan mendapatkan pengalaman,” kata Meirina.

Ia mencontohkan, dengan memahami berbagai hal rutinitas yang dilakukan setiap hari, dihasilkan inovasi-inovasi yang memudahkan bagi kehidupan sehari-hari. Tidak hanya itu, hal-hal sederhana yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari, dapat menjadi contoh sistem kompleks yang lebih besar.

Dosen Fakultas Seni itu menerangkan bahwa untuk memetakan solusi keseharian, diperlukan perangkat pendukung seperti panduan, catatan, kanvas dan kartu-kartu pendukung. Ia menyebut, untuk memecahkan suatu permasalahan diperlukan tahapan pembelajaran mulai dari pra-kerja lapangan, kerja lapangan yang meliputi percakapan dan memahami lingkungan, serta pasca lapangan.

“Atribut-atribut ini sebetulnya merupakan peleburan dari etnografi sehingga ketika kita terjun ke lapangan, kita bisa melebur, jadi bukan sebagai peneliti ataupun yang lain, tetapi melebur menjadi seperti orang-orang di lapangan,” kata Meirina.

Ia menyebut, atribut-atribut yang digunakan diharapkan dapat mempermudah untuk mempelajari berbagai permasalahan keseharian dan memberikan solusi-solusi keseharian.

Share

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *