Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) telah menciptakan krisis yang berdampak luas di Indonesia. Salah satu dampak yang perlu mendapat perhatian adalah ketahanan pangan dan pengangguran. Pengalaman setiap guncangan krisis di Indonesia, desa selalu menjadi penyangga krisis ekonomi. Desa merupakan penyangga ketahanan pangan dan menyerap limpahan balik tenaga kerja sektor informal yang kehilangan mata pencaharian di perkotaan. Bagaimana peran masyarakat desa dalam menghadapi krisis akibat Pandemi COVID-19 merupakan hal penting yang harus disiapkan.
Itulah sebagian ulasan dari 6th Trasdisciplinary Tea Talk (TTT) CTSS IPB yang dilaksanakan pada hari Kamis, 7 Mei 2020. Diskusi yang berlangsung pada pukul 10.00-11.30 WIB itu mengusung tema “Masyarakat Desa dan Pandemi Covid-19”. Diskusi berdurasi kurang lebih 1,5 jam tersebut berjalan sangat hangat yang dipantik oleh pemateri David Ardhian (Fellow CTSS – IPB) dan dimoderatori oleh Amir Mahmud (staf CTSS – IPB).
Krisis akibat pandemi COVID-19 memberikan pelajaran penting mengenai kompleksitas. Hal tersebut ditandai dengan adanya kaitan erat antara krisis kesehatan, pengendalian perilaku sosial, meningkatnya pengangguran dan persoalan ketersediaan pangan. Akibat kebijakan pembatasan sosial, maka sektor informal di perkotaan menurun secara drastis dan mengakibatkan meningkatnya pengangguran. Arus balik masyarakat urban yang bekerja sektor informal kembali ke desa membuat desa menjadi penyangga bagi limpahan tenaga kerja tersebut. Disamping itu, persoalan pangan adalah hal mendasar yang harus dipenuhi, dimana produksi pangan di desa harus disiapkan untuk mencegah dampak krisis lebih lanjut yakni krisis pangan.
Sejak diumumkan kasus pertama kali pada tanggal 2 Maret 2020 di Indonesia, COVID-19 terus menjalar di seluruh dunia hingga masuk pada wilayah pemerintahan skala terkecil, desa. Desa menghadapi tantangan baru. Masyarakat desa harus menjaga diri mereka dari dampak virus, dimana seluruh kegiatan masyarakat harus menerapkan protokol kesehatan. Sementara itu kegiatan masyarakat desa dalam pertanian sulit untuk menghidari adanya pembatasan sosial. Disamping itu pembatasan sosial juga berdampak pada jalur distribusi pangan, yang mengakibatkan tekanan pada penurunan harga produk pertanian. Desa menjadi kunci bagi penanganan krisis dan pemulihan ekonomi pasca krisis.
Sesungguhnya desa-desa nusantara telah memiliki pengalaman sebagai penyangga krisis dari waktu ke waktu. Modal sosial dalam bentuk guyub dan gotong-royong merupakan aset masyarakat desa yang didayagunakan dalam menghadapi segala bentuk krisis. Indonesia memiliki desa-desa yang beragam dengan berbagai karakteristik sosial, ekonomi dan ekologi, dimana akan memiliki cara-cara yang khas dalam inisiatif menghadapi krisis. Namun demikian, sampai saat ini belum ada upaya dari pemerintah dan para pihak untuk menggunakan kekuatan sosial tersebut, yang terjadi mobilisasi masyarakat desa dengan cara sentralistik dan sektoral.
Pandemic COVID-19, selain menimbulkan krisis juga memiliki kesempatan (opportunities). Diantaranya adalah memberikan kesempatan kepada desa untuk mengembangkan sistem pertanian yang sehat dan selaras alam. Krisis ini juga merupakan kesempatan untuk melahirkan generasi pembaharu. Generasi pembaharu harus muncul dari internal masyarakat bukan dari eksternal. Generasi pemaharu, lahir karena semangat untuk merubah keadaan menjadi lebih baik lagi dengan manfaatkan kekuatan dan sumberdaya lokal untuk menghadapi perubahan akibat krisis. Pendidikan rakyat perlu disiapkan untuk mendorong masyarakat desa menjadi lebih kokoh untuk melakukan transformasi sosial untuk tatanan kehidupan baru pasca krisis.
Momentum krisis ini menjadi kesempatan untuk melakukan pembenahan menyeluruh terhadap tatanan kehidupan masyarakat desa dan kesiapan kelembagaan desa. Syarat utama adalah kepercayaan pemerintah terhadap desa, memberikan dan mendukung desa mengembangkan inisiatif berbasis lokal, revitalisasi kearifan lokal, memperkiat modal sosial masyarakat desa dalam menghadapi krisis. Disamping itu perlu melakukan koreksi terhadap tata kelola dan sistem pangan saat ini yang cenderung tidak resilience terhadap krisis. Tata kelola dan sistem pangan harus diubah dengan memberikan penghargaan terhadap keragaman desa di Indonesia, serta mendorong pertanian yang lebih produktif dan selaras dengan lingkungan hidup. Jalur distribusi pangan yang selama ini harus dibenahi menjadi lebih pendek dan efisien serta menghargai peran petani sebagai produsen pangan. Isu kesehatan, pangan dan lingkungan hidup tidak lagi bisa dipisahkan, namun menjadi satu kesatuan yang harus dikelola dengan pendekatan terintegrasi, terdesentralisasi dan lintas disiplin. Hal tersebut hanya bisa terjadi jika ditopang dengan kader-kader generasi pembaharu di perdesaan yang menjadi aktor dalam proses transformasi sosial pasca krisis pandemi COVID-19 di Indonesia.