9th Afternoon Discussion “Earth and Beyond: A Journey into our Milky Way”

ilustrasi melalui wayang, kata Ikbal, ternyata masyarakat Jawa terdahulu juga mengilustrasikan ilmu astronomi melalui tembang Mijil dalam Serat Bauwarna. Tembang tersebut berbunyi: Erang-erang lintang lanjar ngirim, Gubug Pèncèng anjog, wus mêntêngah praune Sang Radèn; Jaka Bèlèk maluku nèng kali, lintang Bimasêkti, nitih kuda dhawuk.

Seri Diskusi ADReF ke-9 CTSS IPB University Bahas Earth and Beyond: a Journey into our Milky Way

Center for Transdisciplinary and Sustainability Science (CTSS) IPB University kembali menggelar Afternoon Dicsussion on Redesigning the Future (ADReF), 27/10. Seri ADReF ke sembilan ini membahas tentang Earth and Beyond: a Journey into our Milky Way.

Profesor Damayanti Buchori, Kepala CTSS IPB University mengatakan, diskusi ADReF ini mengangkat tema interconnectedness and wisdom. “Ceritanya, dengan kehadiran diskusi ini, kita ingin belajar dan berdiskusi membahas wisdom. Kami rasa ini sangat penting, di tengah carut-marut dunia yang semakin kompleks ini,” kata Prof Damayanti Buchori, Guru Besar IPB University dari Fakultas Pertanian.

Prof Damayanti menjelaskan, seri diskusi interconnectedness ini, dimulai dari diskusi tentang kuantum. Ia menjelaskan, topik diskusi yang dibahas semakin kompleks mulai dari kuantum sampai pada topik kosmologi.

 

“Nanti jika dirangkai dan kita melihat kembali, kemudian melakukan roundtable discussion yang membahas apa yang mengaitkan kita dari level paling kecil, yang membuat kita itu terkoneksi dari level terkecil sampai semesta,” tambah Prof Damayanti.

Ia berharap, dengan diskusi ini dapat bersama-sama learn to unlearn sehingga dapat beradaptasi menghadapi masa depan.

Pada kesempatan ini, M Ikbal Arifyanto, astronom dari Institut Teknologi Bandung berbagi ilmu tentang bumi, galaksi dan keterkaitannya dengan manusia. Terkait hubungan manusia dan semesta, Ikbal mencontohkan bahwa masyarakat Jawa terdahulu telah memiliki kalender Pranata Mangsa dalam untuk mendukung sistem pertanian.

“Masyarakat Jawa memiliki kalender Pranata Mangsa dalam bertani, kalender ini mengandalkan musim dan berbagai fenomena alam lainnya,” kata Ikbal.

Ia menyebut, dengan mengandalkan tanda-tanda dari alam, masyarakat Jawa dapat mengetahui waktu yang cocok untuk menanam. Bahkan, masyarakat Jawa juga memiliki kepercayaan bahwa orang yang lahir pada waktu tertentu memiliki keunikan dan karakter yang khas.

“Ini biasanya dikaitkan dengan primbon Jawa, meskipun ini kesannya mitos, tetapi masyarakat Jawa terdahulu telah mengerti akan adanya keterkaitan antara manusia dengan alam,” tambah Ikbal.

Lebih lanjut, Ikbal juga menerangkan bahwa masyarakat Jawa terdahulu juga memiliki pengetahuan tentang astronomi yang maju. Ia menyebut, masyarakat Jawa terdahulu memanfaatkan rasi bintang dalam kegiatan bertanamnya. Tidak hanya itu, masyarakat Jawa juga telah mengenal galaksi Bimasakti dengan ilustrasi wayang Bimasakti.

 

“Penamaan Bimasakti muncul saat orang Jawa terdahulu melihat susunan bintang-bintang yang tersebar dan pita kabut putih di angkasa pada malam hari. Jika dihubungkan dan ditarik garis, susunan bintang yang tersebar itu akan membentuk gambar Bima yang dililit ular naga. Dari situlah kemudian disebut Bimasakti,” kata Ikbal.

Selain ilustrasi melalui wayang, kata Ikbal, ternyata masyarakat Jawa terdahulu juga mengilustrasikan ilmu astronomi melalui tembang Mijil dalam Serat Bauwarna. Tembang tersebut berbunyi: Erang-erang lintang lanjar ngirim, Gubug Pèncèng anjog, wus mêntêngah praune Sang Radèn; Jaka Bèlèk maluku nèng kali, lintang Bimasêkti, nitih kuda dhawuk.

“Dari sini kita belajar bahwa ada interkoneksi antara manusia dengan alam semesta raya,” pungkas Ikbal.

Keyword: pranata mangsa, kalender jawa, primbon jawa, jawa kuno
Kategori: SDGs-4

Materi Pak Iqbal : Earth and Beyond a Journey to our Milky Way

Share

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *