CTSS IPB University Undang Pakar Astronomi Tradisi

Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University mengundang pakar astronomi tradisi budaya, Lisa Febriyanti, 3/7. Topik astronomi tradisi ini dibahas dalam seri Afternoon Discussion on Redesigning the Future (ADReF).

Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University mengundang pakar astronomi tradisi budaya, Lisa Febriyanti, 3/7. Topik astronomi tradisi ini dibahas dalam seri Afternoon Discussion on Redesigning the Future (ADReF).

Prof Damayanti Buchori, Kepala CTSS IPB University menerangkan bahwa seri diskusi kali ini mengulas tentang pengetahuan astronomi yang sudah dikenal oleh masyarakat sejak dulu kala. Hal ini penting untuk dikaji sehingga kita dapat mengkomparasikan fenomena saat ini dengan pengetahuan yang sudah ada sejak dulu.

“Kita ingin belajar dari kacamata budaya terkait sistem pengetahuan tentang alam dan kaitannya dengan kosmos. Sistem pengetahuan apa yang sebetulnya pernah ada kemudian bagaimana kita melingkan itu dengan kondisi kita hari ini,” kata Prof Damayanti.

Dalam paparannya, Lisa Febriyanti menjelaskan bahwa secara sederhana, astronomi tradisi adalah Khazanah pengetahuan tentang pergerakan benda langit dan relasinya pada bumi yang lahir dan tumbuh berkembang dari masyarakat. Ia menyebut, hampir semua di banyak pulau besar di Indonesia memiliki pengetahuan astronomi tradisional dan umumnya dalam bentuk penanggalan.

“Sistem penanggalan yang mereka miliki itu semuanya berkaitan dengan pengenalan mereka terhadap astronomi,” kata Lisa.

Ia juga menjelaskan bahwa pengetahuan astronomi yang dimiliki oleh masyarakat membuat mereka lebih perhatian terhadap kondisi di sekitarnya. Hal ini tercermin dengan dibuatnya berbagai bentuk prasasti maupun simbol-simbol seperti simbol dualitas.

“Kekayaan biodiversitas dan local wisdom yang hadir dalam kehidupan masyarakat yang didasari oleh pandangan kosmologi, merupakan buah dari keintiman yang lama dan perhatian pada tanah, air, langit secara material dan terintegrasi secara spiritual dengan lanskap mereka,” katanya.

Pada praktiknya, kata Lisa, terlihat dan tersirat dalam berbagai pengetahuan ekologi yang kental akan keberlanjutan. Spiritualitas sebagai bagian dari kosmologi masyarakat Nusantara menjadi “hati” yang menggerakkan kepala dan tangan mereka. Konsep inilah yang kemudian disebut sebagai eko-sofi.

Share

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp