The 10th Transdisciplinary Tea Talk “COVID-19 dan Bantuan Sosial: Pendekatan konsumsi dan problem reproduksi sosial”

Ruth Indiah Rahayu, Peneliti Research Center for Crisis and Alternative Development Strategies (INKRISPENA) dalam pemaparannya menjelaskan pandemi COVID-19 mampu mengungkap ketimpangan bahwa tidak semua negara dan wilayah akan terpengaruh sama. Artinya, faktor geopolitik dan kekayaan negara maupun wilayah memiliki peran penting di dalamnya.

CTSS IPB University Diskusikan Pandemi COVID-19 dan Bantuan Sosial: Pendekatan Konsumsi dan Problem Reproduksi Sosial

COVID-19 disebut pandemi yang menciptakan krisis global multidimensi. Namun, di sisi lain, sebagaian kalangan menilai kehadiran COVID-19 justru mampu membongkar efek toksik yaitu pandemik yang sudah lama hidup dalam sistem dan mendominasi kehidupan masyarakat seluruh dunia, yaitu pandemik neoliberalisme. Melihat fenomena ini, Center for Transdisciplinary and Sustainable Science, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (CTSS) IPB University mengadakan diskusi membahas Pandemi COVID-19 dan bantuan sosial, (15/9).

Berkenaan dengan topik tersebut, Dr Rilus A Kinseng, Ketua Divisi Knowledge Production CTSS IPB Universtiy menegaskan bahwa topik diskusi sangat penting karena menyangkut bantuan sosial di masa pandemi yang saat ini masih berlangsung. “Dalam jangka pendek, isunya sangat relevan karena menyangkut bantuan sosial di saat pandemi yang masih berlangsung. Sementara, untuk jangka panjang juga sangat relevan, karena program bantuan sosial ini masih akan berlanjut,” terangnya.

Lebih lanjut ia juga menerangkan dalam diskusi juga diangkat masalah Universal Basic Income, yang sangat penting untuk didiskusikan dan jika mungkin bisa dilaksanakan di Indonesia ke depannya.

Dosen IPB University dari Fakultas Ekologi Manusia itu juga menjelaskan terkait pelaksanaan penyaluran bantuan sosial. Ia menerangkan, penyaluran bantuan sosial perlu menggunakan data yang akurat dan mekanisme penyaluran yang lebih baik.

“Kerjasama dengan organisasi di tingkat akar rumput sangat perlu dalam penyaluran bantuan sosial ini. Jika memungkinkan, tentu bantuan diperlukan selama bahkan beberapa bulan setelah pandemi berakhir karena usaha banyak yang sudah sempat bangkrut, atau banyak yang di PHK,” pungas Dr Rilus

Sementara, Ruth Indiah Rahayu, Peneliti Research Center for Crisis and Alternative Development Strategies (INKRISPENA) dalam pemaparannya menjelaskan pandemi COVID-19 mampu mengungkap ketimpangan bahwa tidak semua negara dan wilayah akan terpengaruh sama. Artinya, faktor geopolitik dan kekayaan negara maupun wilayah memiliki peran penting di dalamnya.

“Pandemi ini juga mampu mengungkap bahwa tidak semua orang akan terpengaruh sama, yang berarti faktor kelas, gender, ras, usia ini ikut berperan juga. Bahkan kemampuan rumah tangga juga tidak sama dalam menghadapi pandemi yang saat ini terjadi,” jelasnya.

Munculnya pandemi COVID-19, lanjutnya, mampu membongkar luka akibat krisis yang belum pernah sembuh dan kita dapat melihat betapa kedodorannya sistem kesehatan masyarakat kita. Pada saat yang sama, ketergantungan masyarakat pada perempuan sangat tinggi, baik di garis depan maupun di rumah, mulai dari mengurus orang sakit, pembelajaran jarak jauh, maupun mencari nafkah. Oleh karena itu, program peningkatan daya beli konsumsi dari pemerintah dibebankan kepada perempuan sedangkan kartu pra-kerja diberikan kepada laki-laki.

“Hal ini mengungkap ketidaksetaraan struktural di setiap bidang, mulai dari kesehatan hingga ekonomi, keamanan hingga perlindungan sosial,” pungkasnya. (RA)

Mater : Covid-19-dan-Reproduksi-Sosial

 

Share

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on whatsapp
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *