The 7th Transdisciplinary Tea Talk “Pandemi COVID-19 dan Ekonomi Politik Pangan”
Munculnya pandemi saat ini kemungkinan terkait dengan sistem pangan global . Hal ini terjadi karena sistem pangan global umunya dilakukan secara monokultur, rantai pasok yang panjang, akses pangan yang tidak merata, tingginya angka deforestrasi, permasalahan kekeringan dan perubahan iklim.
The 1st Afternoon Discussion on Future Science “Life After Covid-19 Pandemic”
Disinilah sebenarnya dilihat ketangguhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dalam menghadapi pandemic ini. Bagi akademisi, musibah ini mendorong untuk lebih fokus memikirkan sejumlah konsep termasuk metodologi, kombinasi triangulasi data kedua metode kuantitatif dan kualitatif sehingga melahirkan metode adaptif yang dapat menjawab tantangan Pandemic Covid-19. Sains harus digunakan untuk membuat kebijakan yang holistic tidak lagi sektoral.
The 6th Transdisciplinary Tea Talk “Masyarakat Desa dan Pandemi Covid-19”
Pandemic COVID-19, selain menimbulkan krisis juga memiliki kesempatan (opportunities). Diantaranya adalah memberikan kesempatan kepada desa untuk mengembangkan sistem pertanian yang sehat dan selaras alam. Krisis ini juga merupakan kesempatan untuk melahirkan generasi pembaharu.
5th Graduate Student Monthly Sustainability Seminar “Can machine fall in love? Data & techno politics towards social-ecological justice”
Dalam cengkeraman epistemic injustice itu, tidak mustahil data-data yang diperoleh kemudian diolah menjadi informasi yang disebarluaskan melalui teknologi. Konsekuensinya, alih-alih membuat dan menyebarluaskan informasi yang sahih justru sebaliknya menebarkan manipulasi informasi, dis-informasi, dan mis-informasi. Melalui kerja algoritme, teknologi mesin yang tercipta seperti robot dapat bergerak sesuai dengan pola instruksi yang ditanamkan.
4th Graduate Student Monthly Sustainable Seminar “Introduction to Transdisciplinarity”
Pendekatan transdisiplin berusaha memahami multi dan multi level realita yang saling terkait melalui ber-empati dengan berbagai metodologi karena tidak bisa mengalami realitia (multi dan multi level) secara bersamaan.
National CTSS Workshop 2 : Transdisciplinary Approach On Landscape Sustainability
Pembangunan berkelanjutan tidak hanya melibatkan satu, dua atau tiga disiplin ilmu, tetapi berbagai bidang keilmuan yang menyatu (transdisiplin) untuk mencari pemecahan-pemecahan praktis dalam dunia keseharian masyarakat.
The 5th Transdisciplinary Tea Talk “Sharing Experiences: Rimbang Baling in the Perspective of Sustainable Landscape Management”
Ada pula semacam kekhawatiran melihat perkembangan manusia; dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka justru menyebabkan rusaknya hubungan dengan alam. Budaya lokal seperti di Rimbang Baling justru diabaikan. Dalam konteks ini, maka pendekatan transdisiplin dan sustainability menjadi sangat diperlukan.
3rd Graduate Student Monthly Sustainable Seminar “Peasants,Extension, Independent: Lesson from the Early History of Agriculture Development in Indonesia”
Sejarah pertanian dinilai penting karena pembangunan pertanian tidak terlepas dari sejarah pertanian itu sendiri. Di samping itu, bahwa petani menjadi inti dalam pembangunan pertanian sehingga tidak ada alasan untuk memarjinalkan para petani.
3rd Transdiciplinary Tea Talk “Benarkah Sosio-Ekologi dan Ekonomi Politik Sumber daya Alam Menjadi Kebutuhan untuk Paradigma Baru?”
Paradigma baru untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan dapat mencakup ecological modernization, political ecology dan sustainability science. Ketiga cakupan tersebut diharapkan dapat mewakili dalam menghasilkan pendekatan-pendekatan baru terhadap permasalahan ekologi dan konflik ruang kehidupan.
1st Graduate Student Monthly Sustainability Seminar “Whose Progress? Ethno Development in Papua”
The standard mode of living as the universal parameter of modern development demonstrates culturalism prone to westernization. AS a result, the marginalization of cultural factors hindering the traditional community to direct the progress independently. Such condition is against the SDG’s leaving no one behind that puts inclusion at the core of sustainability. The ethnographic data of Papua is displayed to illustrate the socioecological contex and the impact of non-inclusive development.