Kearifan lokal merupakan warisan budaya yang kaya nilai dan memiliki peran penting dalam mendukung tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Melalui berbagai kategori SDGs, tradisi dan praktik lokal terbukti mampu berkontribusi dalam mengentaskan kemiskinan, menjaga keberlanjutan lingkungan, memajukan pendidikan berkualitas, mendukung kesetaraan gender, serta menjamin ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat. Grafik di samping menampilkan distribusi kearifan lokal berdasarkan kategori SDGs, menunjukkan betapa beragamnya kontribusi budaya lokal dalam membangun masa depan yang berkelanjutan.
Kearifan lokal adalah warisan tak ternilai yang membentuk identitas dan harmoni kehidupan masyarakat. Melalui tradisi kuliner, pengobatan herbal, seni, hingga perayaan adat, masing-masing topik mencerminkan cara unik suatu komunitas beradaptasi dengan lingkungan dan mempertahankan nilai-nilai budaya. Grafik disampng menggambarkan sebaran topik yang telah diidentifikasi, menawarkan pandangan menyeluruh tentang kekayaan tradisi yang perlu kita hargai dan lestarikan
Pemanfaatan AI dalam meringkas kearifan lokal kini semakin memudahkan pelestarian budaya. Gemini 1.5 mampu merangkum cerita tradisional dengan menjaga esensi inti. Claude.ai menawarkan pemahaman mendalam untuk menangkap nilai budaya dan sejarah dalam ringkasan. Cohere memberikan hasil yang cepat dan tepat untuk berbagai jenis teks, termasuk narasi budaya. Perplexity AI menggunakan pendekatan berbasis pertanyaan untuk merangkum informasi secara efektif. GPT-4o dari OpenAI menghadirkan kemampuan mendalam dalam memahami konteks kompleks dari tradisi lokal. Dengan tools ini, pelestarian kearifan lokal menjadi lebih mudah dan efisien.
Istilah | Kategori SDGS | Topik | Deskripsi |
---|---|---|---|
Tor-tor Pangurason | 2 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Tor-tor pangurason adalah ritual tradisional Suku Batak Toba yang bertujuan menyucikan wilayah dan mencegah bencana. Ritual ini dilakukan oleh seorang sibaso yang merupakan sosok dihormati dalam komunitas karena pengetahuannya dalam ilmu religi. Ritual Suku Batak ini melibatkan doa, musik gondang, dan percikan air dari mata air ke delapan penjuru. Tor-tor pangurason menekankan pentingnya melestarikan alam dan budaya, serta tetap dihargai oleh masyarakat dan diadaptasi oleh generasi muda untuk memperkuat identitas budaya. |
Gejog Lesung | 3 | Musik dan Seni Tradisional | Gejog Lesung adalah tradisi kesenian pertanian di Yogyakarta di mana petani mengekspresikan kegembiraan atas hasil panen dengan memainkan alat musik lesung sambil menyanyikan lagu-lagu. Kesenian ini biasanya dipentaskan saat bulan purnama dan menjadi simbol syukur kepada Tuhan atas kesuburan tanah. Selain itu, Gejog Lesung juga mencerminkan kearifan lokal dalam menghargai dan memanfaatkan bahan pangan secara maksimal serta melestarikan nilai-nilai tradisional dalam masyarakat. |
Aruh Bawanang | 13 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Aruh Bawanang adalah upacara adat tahunan Suku Dayak Meratus di Kalimantan Selatan yang dilakukan sebagai ungkapan syukur atas hasil panen. Upacara ini dilaksanakan selama tiga hari serta upacara ini melibatkan seluruh warga desa dan menghadirkan tamu dari desa lain. Upacara ini juga diisi dengan pemotongan hewan persembahan dan berbagai sesajen. Acara ini mencerminkan rasa kebersamaan dan penghormatan kepada alam serta menjalin hubungan sosial di antara masyarakat. |
Labuh Saji | 2 | Perayaan dan Upacara Adat | Upacara adat Labuh Saji, atau Hari Nelayan, adalah ritual suci yang dilakukan oleh nelayan di Pantai Pelabuhan Ratu Sukabumi untuk menghormati Nyi Putri Mayangsagara. Tradisi ini telah berlangsung sejak abad ke-15 dan melibatkan penaburan bibit ikan, udang, dan anak penyu ke laut sebagai simbol kesuburan. Selain menjaga kesejahteraan nelayan, upacara ini juga menarik wisatawan dan memperkenalkan kebudayaan lokal, serta memperkuat komunikasi dan persatuan antarwarga. |
Bakua Adaik | 15 | Perayaan dan Upacara Adat | Bakaua Adaik adalah upacara adat tahunan masyarakat Nagari Lubuk Tarok yang dilaksanakan sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas hasil panen yang melimpah. Upacara ini mencerminkan kearifan lokal dan merupakan warisan budaya dari Kerajaan Jambu Lipo, melibatkan berbagai kegiatan seperti doa bersama, pertunjukan seni, dan tradisi komunal yang menunjukkan semangat gotong royong. Bakaua Adaik tidak hanya menguatkan identitas budaya masyarakat, tetapi juga memperkuat hubungan spiritual antara adat dan ajaran Islam, sekaligus menghormati leluhur dan lingkungan sekitar. |
Roco Molas Poco | 8 | Perayaan dan Upacara Adat | Upacara roko molas poco merupakan ritual masyarakat Manggarai dalam mengambil kayu untuk dijadikan tiang utama rumah adat, yang memiliki makna mendalam dalam hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Upacara ini diawali dengan musyawarah dan doa untuk memohon restu dari Tuhan dan leluhur sebelum menebang pohon, sebagai simbol penghormatan terhadap alam dan isyarat keselarasan ekologis. Pohon yang dipilih dianggap sebagai molas poco, gadis dari hutan, yang memiliki simbolisme sebagai pemberi kehidupan. Dalam pandangan masyarakat Manggarai, alam diperlakukan sebagai "anak rona," cerminan Tuhan yang memberikan berkat dan perlindungan bagi manusia. Roko molas poco juga merefleksikan relasi manusia dengan alam dan Tuhan, menekankan pentingnya keseimbangan ekologis dan spiritual. |
Le Ndawi | 15 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Le Ndawi, atau dikenal sebagai tradisi duka dari Suku Lani di Papua, adalah ritual ketika seseorang kehilangan anggota keluarga. Dalam tradisi ini, masyarakat sekitar akan datang membawa kayu bakar untuk membakar mayat serta sembako sebagai bentuk dukungan. Pemberian sembako bertujuan untuk meringankan beban keluarga yang berduka dalam menyiapkan makanan bagi tamu. Makan bersama juga berfungsi untuk menghibur dan menguatkan keluarga yang sedang berduka. Tradisi ini mencerminkan pentingnya solidaritas dan gotong-royong dalam kehidupan sosial masyarakat Suku Lani. |
Bau Nyale | 6 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Bau Nyale adalah tradisi tahunan masyarakat suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang melibatkan penangkapan cacing laut berwarna-warni yang disebut "nyale." Tradisi ini dilakukan di pantai selatan Lombok untuk memperingati pengorbanan Putri Mandalika, yang menurut legenda, menjelma menjadi nyale demi menyatukan kerajaannya. Setiap tahun, masyarakat setempat berkumpul pada dini hari untuk menangkap nyale, yang dipercaya membawa keberuntungan dan menandai musim panen. |
Tat Twam Asi | 10 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Tat Twam Asi adalah sebuah filosofi kearifan lokal Bali yang berarti "dia adalah engkau," mengajarkan kesadaran bahwa setiap individu sama dan setara, tanpa memandang perbedaan fisik atau sosial. Dalam konteks ini, konsep tersebut mendorong semangat untuk memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Di Desa Bengkala, filosofi ini diwujudkan melalui harmoni antara warga normal dan warga tuli bisu (kolok), yang hidup berdampingan tanpa diskriminasi. |
Tradisi Bfen'e | 2 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Tradisi Bfen’e di Lamalera, Lembata, Nusa Tenggara Timur, merupakan sistem pembagian hasil tangkapan laut yang mencerminkan altruisme masyarakat setempat. Nelayan yang berhasil menangkap ikan membagikannya kepada mereka yang tidak beruntung atau tidak melaut, termasuk janda dan yatim piatu, tanpa memandang hubungan darah. Praktik ini berlangsung baik di pantai saat perahu kembali maupun di rumah para nelayan, memperkuat solidaritas dan tanggung jawab sosial. Tradisi Bfen’e juga dipercaya membawa keberkahan, di mana doa dari janda dan yatim piatu dianggap penting untuk kesuksesan melaut. |
Mamia Kadialo | 6 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Mamia Kadialo adalah tradisi melaut khas masyarakat Kota Kapal Pinisi yang melibatkan pengelompokan orang-orang dalam jangka waktu tertentu. Tradisi ini terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan metode dan durasi pelayaran, yaitu palilibu, bapongka, dan sasakai. Palilibu menggunakan perahu kecil untuk perjalanan singkat 1-2 hari, sementara bapongka melibatkan pelayaran selama beberapa minggu hingga bulan dengan perahu besar, dan sasakai mencakup penjelajahan antarpulau yang lebih panjang dengan beberapa perahu. Selama menjalani Mamia Kadialo, masyarakat menerapkan sejumlah pantangan, seperti tidak membuang limbah atau bahan berbahaya ke laut. |
Nan Mangola | 15 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Nan-Mangola, yang berarti "tanah milik ibu" dalam dialek Papua, mencerminkan hubungan erat antara masyarakat asli Papua dan tanah mereka. Dalam budaya ini, tanah dianggap sebagai “mama” yang memberikan kehidupan, sehingga penting bagi generasi muda untuk dilestarikan dan dirawat. Kesadaran ini diajarkan secara turun-temurun melalui pendidikan non-formal oleh orang tua di dalam ‘honai’, di mana anak-anak diajarkan bahwa menjaga alam adalah kewajiban untuk memastikan keberlangsungan hidup mereka. |
Igya Ser Hanjop | 15 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Igya Ser Hanjop adalah kearifan lokal masyarakat Arfak di Pegunungan Arfak, Papua Barat, yang mengatur pengelolaan dan konservasi hutan melalui pembagian zona ekologis. Sistem ini membagi hutan menjadi tiga zona utama: Bahamti (hutan primer yang dilindungi), Nahamti (zona peralihan yang terbatas penggunaannya), dan Susti (zona dekat permukiman untuk pemanfaatan sumber daya). Tujuan dari Igya Ser Hanjop adalah menjaga kelestarian hutan untuk mencegah bencana longsor dan mempertahankan keseimbangan ekosistem. Kearifan ini juga berperan dalam keberlanjutan kegiatan pertanian dan kehidupan masyarakat Arfak, menciptakan hubungan harmonis antara manusia dan alam. |
Te Aro Neweak Lako | 13 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Te Aro Neweak Lako, yang berarti "Alam adalah aku," adalah kearifan lokal suku Amungme di Papua yang menekankan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Filosofi ini menjadikan alam sebagai bagian integral dari identitas mereka, di mana tanah dipandang sebagai "ibu" yang memberi kehidupan dan penghidupan. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, Te Aro Neweak Lako menjadi panduan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam dengan bijak. |
Upacara Ulur-ulur | 2 | Perayaan dan Upacara Adat | Upacara adat Ulur-ulur diadakan setiap tahun di Telaga Buret, Desa Sawo, Kecamatan Campurdarat, Kabupaten Tulungagung, sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur masyarakat terhadap sumber air yang melimpah. Dikenal sebagai tradisi yang berkaitan dengan kepercayaan lokal, upacara ini melibatkan kirab sesaji dan prosesi jamasan patung Joko Sedono dan Dewi Sri untuk menjaga ekosistem air di telaga. Ulur-ulur, yang berarti “memperpanjang usia air,” menggambarkan harapan masyarakat agar air di Telaga Buret terus mengalir dan bermanfaat bagi kehidupan mereka. Selain merayakan kekayaan alam, upacara ini juga mencerminkan nilai-nilai budaya, gotong royong, dan konservasi yang terpelihara dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dengan pelaksanaan Ulur-ulur, masyarakat berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan budaya, menjadikannya sebagai warisan yang tak ternilai bagi generasi mendatang. |
Aek Sipitu Dai | 6 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Aek Sipitu Dai, yang berarti "mata air tujuh rasa" dalam bahasa Batak, adalah tempat keramat yang terletak di Desa Limbong Mulana, Kecamatan Sianjur Mula, Kabupaten Samosir. Tempat ini terkenal karena memiliki tujuh pancuran air yang masing-masing memiliki rasa yang unik, mulai dari asin hingga pahit, yang diyakini memiliki khasiat penyembuhan bagi berbagai penyakit. Legenda lokal menceritakan tentang Ompung Langgat yang, saat kehausan, menancapkan tongkatnya ke tanah dan memohon pertolongan kepada Tuhan, sehingga munculnya air yang jernih dan berkhasiat dari tujuh lubang. Pengunjung harus mengikuti pantangan tertentu, seperti tidak meletakkan air di lantai dan menjaga kesopanan saat berada di area tersebut, karena Aek Sipitu Dai dianggap memiliki kekuatan magis yang harus dihormati. Dengan keindahan alam dan khasiatnya, Aek Sipitu Dai menjadi tujuan wisata spiritual yang menarik dan dihormati oleh masyarakat lokal. |
Balung Unggas | 4 | Pengobatan Tradisional dan Herbal | Balung unggas adalah metode pengobatan tradisional yang digunakan oleh masyarakat Desa Pomahan, Kecamatan Baureno, Bojonegoro, untuk menangani penyakit "kelegan," yaitu penyumbatan pada saluran pernapasan akibat makanan atau benda lain. Masyarakat setempat merendam tulang unggas yang sehat tanpa riwayat penyakit dalam air, lalu air rendaman tersebut diberikan kepada penderita sebagai obat alternatif. Tradisi ini, yang masih eksis hingga sekarang, didasarkan pada keyakinan turun-temurun dan terbukti membantu banyak warga sembuh dari kondisi ini. Sebagai kearifan lokal, metode ini dijaga keberadaannya sebagai bagian dari budaya dan pengobatan tradisional, sekaligus sebagai upaya mempertahankan nilai SDGs (Sustainable Development Goals) yang relevan dalam kesehatan dan pengetahuan lokal. |
Buang Ancak | 5 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Tradisi buang ancak adalah ritual yang dilakukan nelayan Anambas sebagai bentuk rasa syukur dan perlindungan saat melaut, diwariskan secara turun-temurun. Ritual ini dilakukan dengan melepas wadah pelepah pinang berisi telur dan padi gongseng ke laut setelah mereka pulang dengan selamat. Selain itu, keluarga nelayan juga dapat melakukan buang ancak jika nelayan terlambat pulang, dengan tujuan memohon keselamatan dan kepulangan mereka. Ritual ini melibatkan berbagai bahan seperti bunga, bertih, kemenyan, dan wewangian yang dihanyutkan ke laut sebagai persembahan untuk menyingkirkan bahaya dan melindungi nelayan dari marabahaya di lautan. |
Fi Ra Wali | 8 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Fi ra wali adalah folklore atau cerita rakyat dari masyarakat Sentani yang berfungsi sebagai pengetahuan lokal dan identitas kultural yang mengatur etika hidup, khususnya terkait tradisi makan sagu. Cerita ini tidak hanya tentang pemenuhan pangan, namun juga mencakup nilai persaudaraan, tolong-menolong, dan pola asuh keluarga, yang diwujudkan melalui kegiatan makan sagu bersama sebagai simbol kebersamaan. Tradisi ini tercermin dalam ungkapan lokal "fi anekoi nye ro miea re eyeboi" yang menegaskan pentingnya sagu bagi masyarakat Sentani. Selain itu, fi ra wali mengenalkan fi ro dan fi meia (dewa sagu) sebagai simbol spiritual yang mengingatkan masyarakat agar tidak merusak sumber daya alam sembarangan, selaras dengan tujuan konsumsi dan produksi berkelanjutan (SDGs ke-14). |
Ngumbung | 15 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Ngumbung adalah tradisi masyarakat Karo yang dilaksanakan pada hari ke-enam dalam kalender lunar mereka, setelah panen padi pada hari sebelumnya yang dikenal sebagai Beraspati. Pada hari Ngumbung, masyarakat dilarang mengunjungi perladangan karena kepercayaan bahwa roh ghaib, atau Begu, sedang melaksanakan tugasnya. Hal ini dianggap sebagai pantangan yang disebut Rebu, dengan mitos bahwa berpapasan dengan Begu dapat menyebabkan roh manusia terseret ke alam ghaib. Ngumbung tidak hanya terjadi pasca-panen, tetapi juga di berbagai waktu lain selama siklus tanam padi, menciptakan pola penggunaan lahan yang memperhatikan jeda waktu. Tradisi ini, meskipun tampak seperti mitos, memiliki dampak signifikan dalam membentuk pola eksploitasi lahan yang harmonis dengan ritme alam. |
Jaranan Buto | 15 | Musik dan Seni Tradisional | Jaranan Buto adalah pertunjukan seni khas Banyuwangi yang kaya akan nilai budaya dan simbolisme, menggambarkan perjalanan hidup manusia mulai dari lahir hingga kematian. Tarian ini memiliki struktur yang mencerminkan fase kehidupan manusia dari masa kanak-kanak, dewasa, hingga akhir kehidupan, dengan pesan moral terkait pengendalian diri, konsekuensi keserakahan, dan pentingnya amal. Selain itu, keterlibatan perempuan dalam pertunjukan Jaranan Buto mencerminkan perkembangan kesetaraan gender di tingkat akar rumput, di mana mereka kini diberi kesempatan berperan lebih aktif dalam melestarikan budaya ini. Fenomena ini menjadi simbol penting dalam memajukan kesetaraan gender dan memperkuat partisipasi perempuan dalam melestarikan warisan budaya lokal. |
Gethuk Lindri | 2 | Kuliner dan Hidangan Tradisional | Gethuk Lindri adalah makanan tradisional Magelang yang terbuat dari singkong. Makanan ini memiliki warna beragam seperti merah muda, kuning, hijau, dan hitam, serta berbentuk kotak dengan tekstur garis-garis dan topping parutan kelapa. Selain menjadi makanan tradisional, gethuk juga memiliki filosofi yang mendalam. Singkong sebagai bahan utamanya melambangkan kesederhanaan. Singkong adalah tanaman yang bisa tumbuh dimana saja tetapi tetap rendah hati dengan tidak menunjukkan buahnya. Kelapa parut di atas gethuk menyimbolkan kebermanfaatan. Filosofi ini diambil dari pohon kelapa dimana seluruh bagian pohon kelapa dapat menjadi kebermanfaatan bagi manusia. |
Nyadran | 14 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Secara harfiah, nyadran berarti melakukan sadran yang dalam sistematika bahasa Jawa, partikelnya berada didepan kata berarti melakukan sesuatu. Prosesi tradisi ini diawali dengan memberi sesaji ditempat tertentu, antara lain : pertigaan aliran sungai, dermaga perahu milik nelayan, dan aliran sungai besar menuju laut. Selama prosesi tersebut diiringi dengan doa-doa menurut tata cara islam, namun tetap mempertahankan ciri khas kejawennya berupa penggunaan dupa dan sesaji. Melalui tradisi ini, dapat menambah kekayaan Sidoarjo dari segi pariwisata kemaritiman dan kerohanian. |
Poso Ngrowot | 2 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Poso ngrowot atau puasa ngrowot merupakan salah satu jenis puasa yang ada pada tradisi budaya Islam Kejawen. Istilah ngrowot berasal dari bahasa Jawa wod atau wot yang berarti akar. Ngrowot merujuk pada kerowodan yang berarti kegiatan mengonsumsi makanan selain nasi atau beras beserta olahannya. Poso ngrowot diartikan sebagai puasa dengan menahan diri dari mengonsumsi makanan berbahan dasar nasi atau beras beserta olahannya dan mengganti dengan tanaman wod (umbi-umbian) atau tanaman lain. Masyarakat Jawa yang beragama Islam percaya bahwa poso ngrowot dapat memberikan berbagai manfaat bagi tubuh, baik dari segi lahiriah, batiniah, maupun spiritual. |
Mapag Sri | 3 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Tradisi Mapag Sri di Kabupaten Indramayu adalah bentuk ungkapan rasa syukur masyarakat kepada Tuhan atas keberhasilan panen padi. Tradisi ini terhubung dengan mitos Dewi Sri, yaitu dewi padi yang melambangkan kehidupan. Mapag Sri, yang berarti "menjemput padi," melibatkan ritual simbolis seperti pengecekan sawah, penentuan hari pelaksanaan melalui musyawarah desa, serta pertunjukan kesenian tradisional seperti wayang kulit dan tari topeng. Tradisi ini tidak hanya mengungkapkan rasa syukur, tetapi juga memperkuat solidaritas dan hubungan spiritual antara manusia dan alam. Urutannya terdiri dari Upacara Sedekah Bumi, Upacara Baritan, dan ditutup dengan Mapag Sri. |
Bausung Pengantin | 3 | Perayaan dan Upacara Adat | Tradisi bausung pengantin merupakan upacara adat pernikahan khas suku Banjar di Kalimantan Selatan. Dalam tradisi ini, sepasang pengantin diusung atau digendong sebelum menuju pelaminan atau prosesi mandi pengantin, melambangkan penghormatan dan kedudukan mereka sebagai raja dan ratu sehari. Bausung mencerminkan nilai-nilai kebudayaan Banjar yang menghargai kehormatan dan kebahagiaan dalam pernikahan. Awalnya hanya dilakukan oleh kalangan bangsawan, tradisi ini kini menjadi bagian dari perayaan masyarakat umum. Meskipun zaman berubah, bausung tetap mempertahankan makna dan keunikannya sebagai simbol kekayaan budaya Banjar. |
Tari Banjar Kemuning | 4 | Musik dan Seni Tradisional | Tari Banjar Kemuning merupakan tarian tradisional dari Desa Banjar Kemuning, Sidoarjo, Jawa Timur, yang menggambarkan kehidupan para istri nelayan setempat. Diciptakan oleh Agustinus Heri Sugianto pada tahun 1999, tarian ini mengekspresikan keteguhan, semangat, dan doa para istri yang setia menunggu suami mereka pulang dari laut. Gerakannya mencerminkan keseharian masyarakat pesisir melalui ritme dinamis dan elemen gotong royong, diiringi gerakan pencak yang tegas namun tetap feminin. Kostum penari mencerminkan budaya lokal dengan kebaya, kemben, dan selendang kuning, simbol kekuatan dan keceriaan. |
Tari Sodoran | 11 | Musik dan Seni Tradisional | Tari Sodoran adalah tarian adat khas masyarakat Tengger yang dilakukan sebagai bagian dari ritual Karo, melambangkan keesaan Tuhan dan jalinan kekerabatan. Tarian ini melibatkan penari pria yang menggunakan tombak bambu (sodor) dan diiringi alunan gamelan. Tari Sodoran merepresentasikan pertumbuhan manusia dan makhluk hidup serta hubungan sosial yang harmonis di antara masyarakat Tengger. Ritual ini merupakan wujud syukur atas berkah alam dan warisan budaya yang terus dilestarikan secara turun-temurun. |
Mreteka Merana | 14 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Mreteka Marana atau Ngaben Tikus merupakan tradisi unik masyarakat petani di Desa Bedha, Tabanan, Bali, yang bertujuan untuk menyucikan roh hama tikus melalui upacara pengabenan. Dalam tradisi ini, tikus dianggap sebagai ancaman terhadap tanaman padi, dan pengabenan dilakukan untuk menghilangkan dampak negatif spiritual dan fisik dari serangan hama. Upacara tersebut dilaksanakan dengan tata cara yang mirip dengan pengabenan manusia, di mana tikus dibersihkan, dimandikan, dan dibungkus sebelum dibakar. Tradisi ini diyakini dapat menjaga keseimbangan ekosistem sawah tanpa merusak lingkungan, sekaligus memperkuat solidaritas sosial di antara masyarakat. |
Ngehuma | 10 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Ngehuma adalah sistem pertanian tradisional masyarakat Sunda yang dilakukan dengan cara perladangan berpindah, di mana hutan dibuka menjadi huma (ladang) untuk ditanami hingga kesuburannya menurun. Setelah itu, ladang ditinggalkan untuk dipulihkan secara alami, dan petani berpindah membuka lahan baru. Ladang yang dibiarkan kembali menjadi semak disebut "reuma," dan jika telah berubah menjadi hutan kembali disebut "leuweung." Sistem ini menekankan harmoni dengan alam melalui rotasi lahan yang memungkinkan regenerasi alamiah hutan. |
Kawin Cai | 11 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Upacara Adat Kawin Cai adalah tradisi masyarakat di Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada air sebagai sumber kehidupan. Upacara ini menggabungkan air dari dua sumber, yaitu Balong Dalem (diibaratkan pengantin laki-laki) dan Sumur Tujuh Rupa (diibaratkan pengantin perempuan), yang kemudian disatukan dalam proses "perkawinan" air. Tradisi ini melambangkan kesuburan, keberuntungan, dan pentingnya menjaga sumber daya air bagi masyarakat setempat. Masyarakat Desa Babakanmulya dan desa-desa sekitarnya berpartisipasi dalam upacara ini, memanfaatkan air dari upacara untuk menyiram lahan pertanian dan kebutuhan sehari-hari. |
Andingingi | 15 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Ritual Andingingi adalah ritual tahunan yang dilaksanakan oleh masyarakat adat Kajang di Sulawesi Selatan untuk mendinginkan alam dan isinya. Ritual ini bertujuan memohon hujan serta menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Prosesi dimulai dengan membawa air suci dan bunga pinang, lalu memercikkan air ke tiga arah mata angin. Semua peserta ritual wajib mengenakan busana serba hitam tanpa alas kaki. Andingingi mencerminkan keyakinan kuat masyarakat Kajang terhadap hubungan spiritual mereka dengan alam. |
Angganang Songko | 15 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Angganang songko’ adalah kegiatan menganyam penutup kepala tradisional pria, yaitu songkok, yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Popoloe, Desa Barammamase, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Proses ini melibatkan pemanfaatan serat pelepah pohon lontar (urat tala') yang diolah selama 1-2 bulan. Kegiatan ini tidak hanya melestarikan kearifan lokal, tetapi juga menjadi sumber penghidupan bagi para ibu-ibu di desa tersebut. Selain sebagai penopang ekonomi, kerajinan ini berkontribusi pada pelestarian lingkungan dan budaya lokal yang mulai ditinggalkan generasi muda. |
Batik Sasirangan | 2 | Musik dan Seni Tradisional | Batik Sasirangan adalah salah satu warisan budaya yang berasal dari Kalimantan Selatan, khususnya dari masyarakat Banjar. Sasirangan berasal dari kata "sasirang" yang berarti membuat, mencerminkan proses pembuatan kain yang melibatkan teknik ikat celup dan keterampilan turun-temurun. Secara filosofis, batik Sasirangan membawa pesan-pesan penting tentang kehidupan, nilai-nilai spiritual, dan pandangan hidup. Setiap motif yang ada memiliki makna tersendiri, misalnya motif "gajah lumpat" melambangkan kebijaksanaan dan kekuatan spiritual, sementara motif "bada laut" melambangkan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan hidup. |
Sasi | 14 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Merupakan aturan adat yang membatasi masyarakat untuk mengeksploitasi hasil laut dan perkebunan atau pertanian. Kata 'Sasi' berasal dari bahasa Maluku yang berarti sumpah. Upacara Sasi Laut biasanya dilakukan untuk mengawali atau mengakhiri musim panen laut dan juga bertujuan untuk mendapatkan hasil panen yang melimpah. Filosofi dari lahirnya Sasi adalah menghormati dan meminta izin kepada Sang Maha Pencipta untuk mengambil ciptaan-Nya. |
Rebo Wekasan | 6 | Perayaan dan Upacara Adat | Upacara sakral yang dalam Bahasa Indonesia Rebo Wekasan diartikan sebagai syukuran di hari Rabu terakhir di bulan Safar (bulan ke 2 dalam kalender Hijriyah). Tujuan utama upacara ini adalah untuk memberikan penghormatan pada roh penjaga sumber mata air, agar air di sumber mata air tersebut tetap suci dan tidak mendatangkan penyakit. Upacara ini dilakukan dengan cara menyiapkan berbagai macam sesaji berupa hidangan tradisional seperti "jenang abang" untuk persembahan kepada roh halus yang dipercaya sebagai penjaga wilayah mata air tersebut. Dalam pelaksanannya terdapat aturan yang tidak boleh dilanggar, yakni : 1. Pantangan menebang pohon yang tumbuh di wilayah sekitar sumber mata air tersebut (terutama pohon besar) 2. Tidak boleh buang air kecil/besar dan kotoran sampah di wilayah sekitar sumber air tersebut |
Kain Gringsing | 12 | Musik dan Seni Tradisional | Kain Gringsing adalah kain tenun tradisional yang memiliki pola unik serta makna filosofis dan sakral dalam kehidupan masyarakat Desa Tenganan. Kain ini memiliki arti khusus di mana kata "gring" berarti "tidak" dan kata "sing" berarti "sakit", sehingga secara keseluruhan Kain Gringsing diartikan sebagai penolak bala untuk mengusir penyakit. Masyarakat memanfaatkan bahan-bahan alami dari lingkungan sekitar untuk membuat kain Gringsing, seperti akar buah mengkudu, minyak kemiri, dan pohon tarum yang telah jatuh ke tanah. Hal ini sebagai bentuk kearifan lokal dalam menjaga keseimbangan alam sekitar mereka. Warna-warna pada kain Gringsing (merah, putih, hitam) memiliki makna simbolik yang mendalam dan mewakili keseimbangan antara manusia, alam, dan Tuhan dimana menunjukkan bagaimana kearifan lokal terwujud dalam pandangan hidup masyarakat Desa Tenganan yang memadukan kepercayaan spiritual dengan praktik sehari-hari. |
Siri' Na Pacce | 4 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Kearifan lokal masyarakat suku Bugis yakni berupa nilai budaya, Siri' Na Pacce berasal dari gabungan dua kata menjadi satu kalimat. Siri' yang berarti Malu dan Na Pacce yang berarti dan iba. Maka demikian, nilai budaya tersebut dapat diartikan sebagai "rasa malu kepada diri sendiri ketika melakukan suatu perbuatan buruk dan iba atau memiliki tenggang rasa terhadap sesama makhluk hidup yang akhirnya menghasilkan suatu bentuk solidaritas ditengah masyarakat". Nilai budaya tersebut sudah menjadi bentuk harga diri pada masyarakat suku Bugis-Makassar dan sangat pantang dilanggar. |
Nyorog | 11 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Tradisi membawa makanan berupa lauk matang kepada orang yang dituakan, saudara, dan tokoh masyarakat setempat biasa dilakukan sebelum memasuki bulan suci Ramadhan. Nyorog adalah bentuk penghormatan terhadap mereka yang lebih tua, pemberian makanan dilakukan oleh mereka yang lebih muda kepada yang lebih tua. Orang tua yang diberikan sorogan akan sangat senang anak yang sudah tidak tinggal bersama datang membawakannya makanan. Budaya ini hadir saat momen yang begitu sakral yang membuat kearifan lokal ini memberikan makna yang mendalam. Pada zaman dahulu makanan yang diberikan berupa lauk matang seperti semur daging kerbau, ikan bandeng, sayur gabus pucung dan sayur soun khas betawi. |
Semah Terubuk | 14 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Tradisi sakral yang dipercaya masyarakat Riau untuk menjaga keberadaan ikan terubuk (Tenualosa macrura) di daerah ini. Ikan yang berada di Kepulauan Bengkalis ini merupakan salah satu dari lima spesies ikan terubuk di dunia dan ikan ini peruaya mempunyai habitat di Selat Malaka sampai Sungai Siak Provinsi Riau tepatnya di Kabupaten Bengkalis, hingga dijadikan ikon dari Kabupatennya dan dikenal dengan "Bengkalis Kota Terubuk". Namun sayang, saat ini tradisi semah terubuk terancam memudar pelaksanaanya ditengah masyarakat Bengkalis karena beberapa faktor, salah satunya adalah besar biaya yang harus dikeluarkan untuk melaksanakan upacara ini dan sulitnya persyaratan yang harus dipenuhi. |
Mangokal Holi | 15 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Tradisi Mangokal Holi adalah upacara Suku Batak Toba untuk memindahkan tulang-belulang jenazah dari tingkat pertama simin ke batu Na Pir setelah sepuluh tahun. Melibatkan anggota keluarga, tradisi ini menghormati leluhur sekaligus menjaga lahan pemakaman secara berkelanjutan, sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) untuk melindungi lingkungan daratan. Mangokal Holi mencerminkan kearifan lokal dalam merawat hubungan keluarga dan keberlanjutan ekosistem. |
Pahewan | 3 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Sebuah istilah yang diberikan masyarakat lokal untuk daerah hutan adat yang sangat dikeramatkan. Konsep ini menjadi landasan fundamental dalam pemanfaatan tanaman hasil hutan sebagai perwujudan kearifan lokal dari masyarakat suku Dayak Ngaju. Pahewan juga dapat diartikan sebagai sebuah konsep konservasi alam berkelanjutan dalam kepercayan kaharingan Suku Dayak Ngaju. |
Pasang ri Kajang | 15 | Musik dan Seni Tradisional | Kearifan lokal masyarakat adat Ammatoa Suku Kajang yang mengandung sebuah pesan tentang cara melestarikan hutan yang benar, yang mana hutan dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehingga menjadi sebuah kewajiban seluruh masyarakat adat untuk menjaga hutan sebagaimana menjaga dirinya sendiri. Pasang ri Kajang memiliki nilai-nilai positif didalamnya, yakni : 1) Nilai Turiek Akra'na (Ketuhanan) 2) Nilai Kejujuran, Kedisiplinan, dan Tanggung jawab (moralitas) 3) Nilai Kepatuhan pada hukum yang berlaku (hukum adat dan negara) 4) Karakter Konservasi sebagai wujud melestarikan alam semesta. |
Bulung Paet | 3 | Pengobatan Tradisional dan Herbal | Kearifan lokal berbasis obat tradisional yang memiliki banyak manfaat karena mengandung antiseptika dan herbal lain yang mampu mengobati berbagai macam penyakit. Secara etimologis, bulung paet terdiri dari dua kata bahasa Batak Toba, yakni 'bulung' yang berarti daun dan 'paet' yang berarti pahit. Jadi, bisa diartikan bahwa bulung paet merupakan daun yang pahit. Masyarakat Batak Toba biasa menggunakannya untuk mengobati sakit maag, lambung, cacingan, dan yang paling sering adalah obat luka luar. |
Eha'a | 2 | Musik dan Seni Tradisional | Tradisi yang mengolah dan mengontrol pendayagunaan sumber daya alam untuk mencegah terjadinya ekploitasi dan perusakan potensi alam supaya dapat digunakan oleh generasi selanjutnya. Budaya Eha'a menjadi tradisi yang dikembangkan masyarakat Talaud dalam mengatur waktu memanen kelapa sesuai dengan peraturan tradisi Eha'a. Jika ada yang melanggar ketentuan maka akan dihukum dengan berteriak mengelilingi desa dan membayar denda sebagai permohonan maaf dan memberikan efek jera. Setiap tahun tradisi Eha'a dilakukan sebanyak 4 kali dalam masa panen dengan memasang dua patok terpisah dan masyarakat dilarang beraktivitas sampai dipertemukannya patok sesuai waktu yang ditentukan. Tradisi ini dipercayai sebagai hukum tidak tertulis dan harus ditaati masyarakat untuk melestarikan alam yang bertujuan selaras dengan aspek pertanian berkelanjutan. |
Nirok Nanggok | 14 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Tradisi menangkap ikan dengan menggunakan tirok dan tanggok serta dilakukan secara bersama-sama, tentunya dengan syarat ketentuan berlaku. Nirok berasal dari istilah tirok yaitu sebuah tongkat dari kayu atau bambu yang ujungnya diberi mata tombak. Nanggok berasal dari istilah tanggok yang berarti sebuah jala yang pinggirannya dipasang rotan berbentuk agak melengkung. Tirok dan tanggok merupakan alat untuk menangkap ikan, tirok umumnya digunakan oleh laki-laki sedangkan tanggok oleh perempuan. |
Rambu Solo | 11 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Ritual upacara pemakaman yang berfungsi sebagai penghormatan terakhir kepada keluarga yang telah meninggal dunia. Rangkaian upacara ini memerlukan beberapa hari bahkan berminggu-minggu untuk menyempurnakan ritualnya. |
Seren taun | 2 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Tradisi pesta panen padi masyarakat adat Ciptagelar berupa kegiatan pergelaran acara besar yang dipimpin oleh Kasepuhan sebagai ungkapan rasa syukur akan hasil panen padi yang telah didapat pada tahun tersebut. Adapun rincian kegiatannya berupa pertunjukan seni dan arak-arakan padi yang telah dipanen. Serentaun juga ditujukan sebagai waktu berkumpulnya mayarakat adat dari kasepuhan wilayah lain untuk bersilahturahmi antarsesama masyarakat adat. Serentaun juga ditujukan sebagai tradisi selamatan serta syukuran untuk menutup tahun pertanian sebelumnya, sekaligus mempersiapkan waktu akan datangnya siklus pertanian tahun depan yang akan ditandai dengan sebuah prosesi Turun Nyambut. |
Rokat Tase | 11 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Rokat berarti doa dan keselamatan, Tase berarti laut. Tradisi upacara ini merupakan bentuk wujud rasa terima kasih masyarakat pesisir kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil tangkapan ikan dan keselamatan terhindar dari balak atau musibah. Tradisi ini biasanya dilaksanakan di pagi hari dan dilakukan setiap bulan ke 6 atau 7 setiap tahunnya karena sebagai bulan atas hasil tangkapan ikan yang melimpah. |
Ombak Bono | 14 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Ombak Bono (Gelombang Hantu) merupakan istilah masyarakat Desa Teluk Meranti untuk sebutan deburan ombak dengan tinggi empat meter. Dengan fenomena ini masyarakat sekitar dan Industri Pariwisata Riau mengelolanya dengan baik, salah satunya adalah pameran kreatif. Namun, terdapat kendala dalam pengembangan sektor pariwisata ini yaitu terbatasnya oleh akses jalan menuju lokasi Bono akibat dari pemerataan pembangunan infrastruktur di setiap daerah Riau. Terdapat upacara yang dilakukan oleh para tetua adat untuk menangani Ombak Bono dengan aman. Upacara tersebut bertujuan agar para penunggang Bono selalu aman dan terhindar dari bahaya. |
Munaba | 11 | Musik dan Seni Tradisional | Kearifan lokal masyarakat suku Waropen berupa nyanyian yang berbentuk puisi lama, dinyanyikan pada upacara kematian dan setiap nyanyian munaba menceritakan kisah yang berbeda-beda. |
Kelekak | 15 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Secara harfiah, Kelekak terdiri dari kata Kelak, Kek, dan Ikak atau nanti untuk kalian. Budaya kelekak adalah sebuah sebutan masyarakat Melayu terhadap sistem pembukaan lahan dan budidaya tanaman. Kalekak merupakan sebuah konsep agroforestri yang mendukung kelangsungan hidup organisme di dalamnya tanpa mengurangi kemampuan tanah untuk memproduksi zat hara di masa depan. Kelebihan kebun kelekak dibandingkan dengan sistem agroforestri lain adalah konsep ini memberi jeda pada tanah sebelum masa tanam selanjutnya dan secara tidak langsung mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan poin ke 15, yakni ekosistem daratan yang berkelanjutan. |
Bahuma | 15 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Bahuma atau Berladang merupakan sistem pertanian yang sudah ada sejak jaman nenek moyang suku Dayak. Proses kegiatan ini dimulai dengan membuka lahan, membakar seresah dan ranting hingga menanam padi dengan cara membuat lubang tanam dan kayu yang sering disebut manugal yang dilaksanakan secara gotong-royong. |
Beas Perelek | 1 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Tradisi patungan/urunan warga dalam bentuk sumbangan beras sebanyak genggaman tangan atau satu gelas beras yang hidup dari tradisi leluhur secara turun-temurun. Beas Perelek berasal dari dua suku kata yakni "Beas" yang artinya beras dalam bahasa Indonesia dan "Perelek" yang berarti bunyi ketika beras dimasukkan ke dalam wadah biasanya berupa ember atau kaleng. Tradisi ini memiliki filosofi dan kedalaman kearifan lokal yang mengajarkan hidup silih bantu jeung silih tulungan kucara udunan (saling bantu dan saling menolong dengan cara urunan/patungan) atau dalam istilah kekinian disebut crowdfunding. |
Bobeto | 15 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Sumpah implementasi dari ritual Paca Goya yang diturunkan sejak dulu. Bunyi bobeto adalah "Nage So Jira Alam, Ge Domaha Alam So Jira Ngon" yang berarti "Siapa yang Merusak Alam, Maka Akan Dirusak oleh Alam Juga". |
Rangkiang | 2 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Sebutan untuk lumbung padi khas masyarakat Minangkabau yang memiliki makna filosofis yakni "ado jan dimakan, ndak ado baru dimakan" yang bermakna menuntut masyarakat agar selalu mempunyai cadangan makanann dan merasa cukup dengan apa yang ada, sebab tidak ada yang bisa menjamim kita masih bisa makan enak dan cukup di hari esok. Rangkiang berasal dari bahasa Sanskerta, “ruang hyang dewi sri”, yang berarti ruang bagi penyimpanan Dewi Sri yang dipercayai sebagai dewi padi. |
Dusung | 15 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Merupakan kearifan lokal masyarakat Maluku yang dijalankan secara turun temurun, prosesnya dimulai dengan membuka hutan lalu menanam tanaman pertanian, kemudian masuk pada fase penanaman pohon dan tahap menghutankan kembali lahan yang telah dibuka dengan tanaman asli setempat. Bertujuan untuk menjaga keaslian habitat di kawasan tersebut. |
Bau Nyale | 6 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Bau Nyale adalah tradisi tahunan masyarakat suku Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang melibatkan penangkapan cacing laut berwarna-warni yang disebut "nyale." Tradisi ini dilakukan di pantai selatan Lombok untuk memperingati pengorbanan Putri Mandalika, yang menurut legenda, menjelma menjadi nyale demi menyatukan kerajaannya. Setiap tahun, masyarakat setempat berkumpul pada dini hari untuk menangkap nyale, yang dipercaya membawa keberuntungan dan menandai musim panen. |
Ampa Fare | 6 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Tradisi musim panen dimana padi yang telah dikumpulkan diangkut ke rumah kayu atau lumbung padi berbentuk kerucut (Uma Lengge). Tradisi ini bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat setempat, sehingga jika terjadi masa paceklik mereka tidak perlu khawatir karena kebutuhan pokok masih dapat terpenuhi. |
Tikar Mamatik | 15 | Musik dan Seni Tradisional | Tikar Mamatik adalah seni anyaman rotan tradisional yang diwariskan oleh masyarakat adat di Desa Atap dan Desa Tanjung Langsat, Kalimantan Utara. Anyaman ini tidak hanya bernilai estetis, tetapi juga sarat dengan makna budaya dan sejarah leluhur, termasuk motif-motif seperti Sinumandak dan Agigimpong yang menggambarkan kisah aliansi perkawinan dan perlawanan perempuan terhadap tradisi patriarkal. Sebagai bagian penting dari ritus adat, mamatik digunakan dalam berbagai upacara, termasuk perkawinan, di mana tikar anyaman ini menjadi simbol bekal kehidupan. Sayangnya, modernisasi dan ekspansi perkebunan kelapa sawit telah mengancam kelestarian hutan, mengurangi ketersediaan bahan baku rotan dan meminggirkan praktik tradisional ini. |
Nyadran Gebyog | 15 | Kepercayaan dan Tradisi Spiritual | Merupakan tradisi tahunan masyarakat Desa Pungangan yang selalu dilaksanakan setiap tanggal 17 Syawal. Tradisi ini diselenggarakan pertama kali pada 17 Syawal 2015, dimana pada saat itu terjadi serangan wabah penyakit berak darah (wasir) yang mana fenomena penyakit tersebut dipercaya disebabkan oleh kekuatan spiritual atau dalam bahasa daerah disebut pagebluk. Yang unik dari tradisi nyadran masyarakat Desa Pungangan ini adalah karena tempat diselenggarakannya diatas gunung ditengah hutan, tepat diarea dinding batu yang dihipotesakan sebagai bangunan peninggalan jaman batu besar (megalitikum). Istilah Nyadran Gebyog merupakan gabungan kata dari Nyadran yang merupakan ritual diselenggarakan sebagai wujud rasa syukur dan berterimakasih, serta Gebyog yang berarti Wali Ageng Selo Branti atau masyarakat sekitar mengenalnya dengan sebutan Mbah Gebyog. Tradisi ini berkaitan dengan ajaran kepercayaan tanah Arab, sebab berkelindan dengan unsur mistik, klenik, dan kepercayaan terhadap benda atau unsur keramat masyarakat lokal sehingga memunculkan ciri khas religius masyarakat jawa pesisir. |
Tri Hita Karana | 15 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Adalah sebuah konsep cara hidup masyarakat Suku Tengger yang dijadikan pedoman hidup masyarakat Ranupani untuk menjaga kelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekosistem di sekitarnya. |
Pa'balu Bale | 4 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Berasal dari bahasa Bugis-Bone yang berarti nelayan penjual ikan yang mendiami pemukiman nelayan Bajo di Kelurahan Bajoe. Biasanya alat tangkap yang digunakan adalah alat pancing tabere atau pancing tunggal dan pukat nylon. Uniknya, terdaoat larangan atau biasa disebut pamali (pantangan) dalam menangkap ikan-ikan besar, yakni : ikan paus dan lumba-lumba. Sebab, jika kedua ikan tersebut ditangkap dapat mendatangkan bencana seperti angin kencang, ombak besar, dan badai. |
Hutan Lore Lindu | 15 | Keberlanjutan Lingkungan dan Ekosistem | Hutan Lore Lindu merupakan area yang sekitarnya dihuni oleh masyarakat adat Ngata Toro. Masyarakat Ngata Toro memiliki konsep pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan yang didasarkan pada pengetahuan lokal warisan nenek moyang. Mereka secara turun-temurun juga memegang kuat falsafah mopahilolonga katuvua yang berarti mengurus alam secara arif. |
Tradisi Badu | 14 | Pertanian dan Pengelolaan Sumber Daya | Merupakan daerah konservasi laut di pesisir Pantai Watodiri yang batas-batasnya ditentukan secara adat, yakni sebelah timur berbatasan dengan daerah Mado Meting dan sebelah barat dengan daerah Wato Kobu. Tradisi ini bertujuan untuk memberi ruang dan waktu bagi ikan untuk berkembang biak sebelum ditangkap. Terdapat aturan unik pada tradisi ini, yakni daerah Badu hanya boleh digunakan menangkap ikan oleh para janda dan anak yatim yang dianggap tidak memiliki kapital ekonomi yang kuat. Tradisi ini dimulai dengan ritual adat amet (memanjatkan syair adat) dan ditutup dengan ritual adat. Tujuan tradisi ini adalah untuk meminta berkat dan keselamatan saat para nelayan berada di laut. |
Lubuk Larangan | 14 | Kehidupan Sosial dan Komunitas | Bagian sungai yang berceruk dan menjadi tempat ikan bertelur, dimana tradisi ini terdapat larangan dan pembatasan pengambilan ikan selama kurun waktu tertentu atas dasar kesepakatan bersama. |
Sego Tiwul | 2 | Musik dan Seni Tradisional | Sego Tiwul adalah makanan pokok masyarakat Gunung Kidul yang terbuat dari singkong, dahulu menjadi pengganti nasi bagi masyarakat yang kesulitan mendapatkan beras, terutama pada masa-masa sulit. Kini, Sego Tiwul tidak hanya menjadi simbol budaya lokal tetapi juga daya tarik kuliner khas Yogyakarta, khususnya di Gunung Kidul. Dengan cita rasa gurih manis dan tekstur khas, makanan ini sering disajikan bersama lauk tradisional seperti ikan asin, urap-urap, atau sayur lodeh, menjadikannya favorit wisatawan dan masyarakat setempat. |
Kampus IPB Baranangsiang
Jl. Raya Pajajaran No.27, Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat 16127
Telp: 0251-8365671
Fax: 0251-8365671
Email: ctss@apps.ipb.ac.id
Mon — Fri: 8.00 AM — 4.00 PM
Copyright © 2023 CTSS IPB University. All rights reserved.
We will check your location suggestion and release it as soon as possible.